Tersenyum

Tersenyum

Kamis, 09 Mei 2013

EKOLOGI


A. Pendahuluan
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos (ilmu). Secara harfiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organism dalam tempat hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbale-balik antara organism dengan lingkungannya.  Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam.
Ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, seorang ahli biologi Jerman pada tahun 1869. Dalam pengertian proses ilmiah, ekologi telah diketahui dan di aplikasikan sejak dulu dan terus berkembang sejalan dengan perkemabngan akal dan budaya manusia. Sebagai ilmu, ekologi telah berkembang pesat sejak tahun 1990. Berdasarkan perkembangan nya , sekarang dikenal dengan ilmu lingkungan hidup dan biologi lingkungan. Pada dasarnya yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,daya, dan keadaan yang terdapat dalam suatu ruang tempat organism itu berada dan dapat saling berpengaruh. Ekologi adalah daar dari ilmu lingkungan. Ekologi kadang-kadang disebut juga dengan ilmu lingkungan, hanya saja cakupan ilmu lingkungan lebig luas daripada ekologi.
Pada saat ini berbagai kepentingan dan keperluan, ekologi berkembang sebagai ilmu yang tidak hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam. Ekologi berkembang menjadi ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem (alam), sehingga dapat menganalisis dan memberi jawaban terhadap berbagai kejadian di alam.  Di alam, suatu organism tidak hidup sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya organism akan sangat tergantung pada kehadiran organism lain dan berbagai komponen lingkungan yang ada di sekitar. Kehadiran organism lain dan berbagai komponen lingkungan sangat dibutuhkan untuk kepentingan bahan pangan, perlindungan, pertumbuhan, dan perkembangan. Hubungan antar organism atau dengan lingkungannya sangat rumit dan kompleks, mereka sling berinteraksi satu sama lain membentuk suatu sistem ekologi atau disebut ekosistem.
Struktur ekosistem menurut odum (1983), terdiri dari beberapa indicator yang menunjukan keadaan dari sistem ekologi pada waktu tertentu. beberapa penyusunan struktur ekosistem antara lain adalah densitas, biomas, materi, energy dan factor –faktor fisik-kimia lain yang mencirikan keadaan sistem tersebut. Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab-akibat yang terjadi dalam sistem.
Berdasarkan struktur dan fungsi ekosistem, maka seseorang yang belajar ekologi harus didukung oleh pengetahuan yang kompeherensip berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan seperti; taksonomi, morfologi, matematika, kimia,fisika, agama, dll. Belajar ekologi tidak hanya belajar mengenai ekosistem tetapi juga otomatis mempelajari organism pada tingkatan organisasi yang lebih kecil seperti individu, populasi dan komunikasi.
B. Hubungan ekologi dengan ilmu lain
“Ekologi” dan “Ekonomi” mempunyai banyak persamaan dan perbedaan. Dalam ekologi yang dipakai dalam transaksi adalah materi energy, dan informasi. manusia tidak cukup memperhatikan materi, energy, dan sudut kepentingan manusia. Dalam kehidupan modern, arus uanglah yang menjadi penting, tetapi bukan satu-satunya masukan untuk mengambil keputusan dalam permasalahan LH. Ilmu lainnya adalah fisika yang berperan dalam hal factor fisik , seperti sinar matahri, suhu, dll. kimia berperan dalam proses sintesis dan analisis kimiawi dalam tubuh organism. Bumi antarika, terutama berperan dalam musim, perubahan siang-malam, erosi, sedimentasi, gravitasi, dll. Ilmu social menjadi penting komponen manusia dimasukan ke dalam cakupan ekosistem.
C. Dampak Dari ekologi
Ekologi pasti memiliki sebuah dampak yang positif dan negative. Contohnya adalah dampak ekologi pada perkebunan kelapa sawit. Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi. Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan semakin menggila karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Demi mencapai maksudnya tadi, pemerintah banyak membuat program ekspnasi wilayah kebun meski harus mengkonversi hutan.
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati dan penyediaan untuk biofuel. Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif dan dampak negatif. Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan bahkan telah memasuki lahan-lahan basah, seperti gambut membuat emisi CO2 semakin meningkat. Secara ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma nutfah. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam. Perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya kawasan resapan air, sehingga pada musim hujan akan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air. Perubahan ekosistem hutan juga berdampak pada kehancuran habitat flora dan fauna. Perubahan ini mengakibatkan konflik antar satwa, maupun konflik satwa dengan manusia. Akibat habitat yang telah rusak, hewan tidak lagi memiliki tempat yang cukup untuk hidup dan berkembang biak. Sering terjadi hewan (gajah, harimau, dll) merusak lahan pertanian dan perumahan penduduk, bahkan mengakibatkan korban jiwa bagi masyarakat sekitar, seperti yang terjadi di Propinsi Jambi dan Bengkulu.
Pembukaan perkebunan kelapa sawit  yang dilakukan dengan pembakaran akan mengakibatkan pencemaran asap, meningkatkan suhu udara, dan perubahan iklim. Akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan cara pembakaran yang dilakukan di Sumatera dan Kalimantan telah menghasilkan ekspor kabut ke Malaysia dan Singapura. Kabut ini akan sangat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti terganggunya transportasi, dll. Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan tanah. Dengan sistem monokultur juga mengakibatkan tanah lapisan atas (top soil) yang subur akanhilang akibat terjadinya erosi. Dalam kultur budidaya, kelapa sawit  merupakan tanaman yang rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit setiap harinya membutuhkan air sebanyak 20 – 30 liter / pohon. Dengan demikian secara perlahan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan permukaan air tanah. Selain itu kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara, sehingga diperlukan pemupukan yang memadai. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan akan menyebabkan residu dan mematikan organisme tanah. Selain itu dalam pemeliharaan kelapa sawit yang dilakukan secara intensif menggunakan banyak pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan adanya residu pestisida dan membunuh spesies lainnya yang akan mengganggu keseimbangan rantai mahluk hidup.
Perubahan alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitar hutan. Hal ini disebabkan masyarakat sekitar hutan telah mengganggap hutan adalah bagian dari leluhur masyarakat tersebut, sumber makanan, obat-obatan, spiritualitas dan budaya. Dengan adanya perkebunan, maka fungsi hutan bagi masyarakat juga menjadi hilang. Selain itu juga terjadi konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitar yang disebabkan oleh konflik kepemilikan lahan atau karena limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit. limbah industri kelapa sawit mengakibatkan dampak ekologi berupa mencemari lingkungan karena akan mengurani biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, produksi melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya dan limbah gasnya meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara. Sedangkan produk indsutri kelapa sawit memberikan manfaat yang positif sebagai bahan bioenergi yang lebih ramah lingkungan karena diproduksi dari bahan organik dan dapat diperbaharui.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positfi dan negatif. Oleh karena itu, dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) harus memperhatikan dan menyerasikan fungsi-fungsi lingkungan. Perencanaan penataan ruang yang berorientasi lingkungan dan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan, serta tidak mempertimbangkan aspek ekonomi semata. Diperlukan penegakan aturan (law inforcement) dan pemberian sanksi yang jelas dan tegas terhadap individu / perusahaan / lembaga yang melanggar


*Sumber :
1. http://adekrawie.wordpress.com/2007/07/27/dampak-ekologi-dan-lingkungan-akibat-perkebunan-sawit-skala-besar/
2. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Handout%20Ekologi_0.pdf
3. http://staff.ui.ac.id/internal/131661520/material/dasarekologi.pdf
4. http:/energi.infogue.com/dampak_ekologi_ pengembangan_kelapa_sawit_untuk_bioenergi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar